Menulis Suka-suka Saja

Tumpi. Barangkali, setiap orang yang pertama kali mendengar kata ini akan mengernyitkan dahi. Sebuah kata yang bahkan dalam kbbi saja tidak...

Tumpi; Rumah Baca dan Budaya Literasi Masa Kini

Tumpi. Barangkali, setiap orang yang pertama kali mendengar kata ini akan mengernyitkan dahi. Sebuah kata yang bahkan dalam kbbi saja tidak ada. Jika mengetiknya dalam kolom mesin pencarian google, maka yang tampak adalah gambar penganan renyah serupa rempeyek. Kata tumpi memang merujuk pada istilah rempeyek dalam bahasa Jawa. Meski istilah ini juga hanya akrab di sebagian daerah saja. 

Di Boyolali khususnya di daerah Kecamatan Simo dan sekitarnya, istilah tumpi juga dipakai untuk menyebut bagian ruas bambu. Sebagian masyarakat di daerah ini memang berprofesi sebagai pengrajin anyaman bambu, sehingga tak heran jika istilah tumpi sendiri cukup akrab di kalangan masyarakat setempat.

Terinspirasi dari istilah ruas bambu tersebut, sebuah rumah baca di Desa Pentur, Kecamatan Simo, Kabupaten Boyolali juga dinamakan "Tumpi Readhouse" atau Rumah Baca Tumpi.

Tumpi Readhouse
Tumpi Readhouse
Rasa penasaran saya dengan Rumah Baca Tumpi membawa saya melaju sejauh 15 km ke arah utara dari kota. Butuh waktu sekitar 30 menit melewati jalan di tengah persawahan, sungai, kebun jati, hingga perkampungan warga. Jalan yang tak begitu mulus membuat saya harus melaju dengan hati-hati. Setelah melalui jalanan tersebut, sebuah bangunan khas Jawa berbentuk joglo limasan pun akhirnya tampak berdiri kokoh di sebuah bidang tanah di Desa Pentur. Di Rumah Baca Tumpi inilah, saya berkenalan dengan Joko; salah satu inisiatornya.

Joko; Inisiator Tumpi Readhouse
Joko; Inisiator Tumpi Readhouse
Seperti halnya tuan rumah yang kedatangan tamu, Joko menyambut saya dengan ramah. Kami sempat berbasa-basi sebentar sekadar membangun keakraban. Tak butuh waktu lama untuk menyampaikan rasa penasaran saya tentang tumpi. Satu persatu, ia pun mulai menjawab berondongan pertanyaan saya. 

"Tumpi itu di sini bisa berarti rempeyek atau bisa juga berarti ruas bambu Mas" katanya sembari mengisap sebatang rokok di tangan kirinya.

Joko kemudian menjelaskan bagaimana filosofi ruas bambu bisa dipakai untuk nama sebuah rumah baca. Menurutnya, dari sebuah ruas bambu lah tunas-tunas bambu bisa mengakar kuat hingga bisa bertumbuh. Pun dengan harapan mereka terhadap rumah baca ini, di mana literasi bisa membudaya dan mengakar di kehidupan masyarakat sekitar sehingga bisa menjadi pondasi yang kuat bagi ilmu pengetahuan untuk terus tumbuh hingga menjulang tinggi.

Sejarah Tumpi

Sebetulnya, tumpi sudah ada sejak tahun 2012 lalu dan didirikan oleh empat pemuda di Desa Pentur yang salah satunya adalah Joko. Awalnya rumah baca ini bertempat di sebuah bangunan sederhana berdinding bambu yang merupakan dapur rumah Joko yang ia sekat menjadi dua. Sayangnya bangunan tersebut terancam roboh sehingga sempat ditutup. Mereka pun kemudian melakukan berbagai cara untuk mendapatkan bangunan pengganti.

Pada 17 Februari 2017 secara resmi Tumpi menjadi sebuah yayasan dan setahun kemudian pengurus membuat open donasi di kitabisa.com hingga terkumpul dana sekitar 160 juta. Dana tersebut kemudian digunakan untuk membangun dan memindahkan rumah baca ke lahan baru di mana Tumpi saat ini berada.

Pada tahun 2019 ini, Tumpi juga menerima bantuan dari Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (BEKRAF) dalam bentuk peralatan multimedia. Hal ini menjadikan Tumpi semakin mantap menjadi rumah baca kreatif yang ramah bagi generasi masa kini di Boyolali.

Tujuan Tumpi 

Sembari menyesap teh yang dihidangkan Joko sore itu, saya kembali melempar sebuah pertanyaan. Apa tujuan Joko dan kawan-kawan membangun rumah baca ini?

Joko hanya tersenyum simpul. Pun saya terkekeh kemudian. Bisa saya maklumi, yayasan yang sedang ia besarkan ini memanglah organisasi nirlaba yang tentu saja tak ada keuntungan materi dari sana. 

"Saya hanya memberikan akses baca kepada anak-anak dan masyarakat Desa Pentur sekitarnya Mas. Memberikan ruang pada mereka untuk menimba informasi di tempat ini. Dalam bentuk apapun. Entah membaca dari buku, entah melihat video, atau bahkan dari berbincangan dan obrolan satu sama lain." Jelasnya.

Saya mengangguk.

"Zaman sekarang, literasi tidak hanya sebatas budaya membaca buku. Zaman semakin bergerak. Informasi dan wawasan bisa anak-anak dapatkan dari berbagai media yang mengasyikkan. Kita harus mengikuti perubahan itu. Makanya kami ingin memberikan akses dan memfasilitasi kebutuhan mereka." tambahnya.

Kegiatan Tumpi

Saat ini tumpi memiliki dua bangunan utama. Bangunan joglo biasa digunakan untuk berbagai acara dan kegiatan secara bebas. Tak jarang banyak di antara pengunjung menggunakannya sebagai tempat membaca, bersantai, diskusi, musyawarah atau kegiatan lainnya.

Bangunan Joglo Tumpi Readhouse
Bangunan Joglo Tumpi Readhouse
Kegiatan Tumpi Readhouse
Kegiatan Tumpi Readhouse
Di bangunan kedua terbagi atas dua ruangan. Satu ruangan dijadikan sebuah ruang perpustakaan dan teater. Di ruangan ini tersimpan ribuan koleksi buku dari berbagai genre yang bisa dibaca oleh semua pengunjung.

Di depannya terpasang layar lebar lengkap dengan audio yang digunakan untuk pemutaran film atau kegiatan lain seperti presentasi atau pelatihan.

Perpustakaan Tumpi Readhouse
Perpustakaan Tumpi Readhouse

Teater Tumpi Readhouse
Teater Tumpi Readhouse
Di sebelah ruangan ini masih terdapat sebuah ruangan lain yang rencananya akan digunakan sebagai studio. Studio ini nantinya akan digunakan sebagai tempat memproduksi konten multimedia seperti audio ataupun video. Saat ini, ruangan ini masih menjadi gudang penyimpanan koleksi buku.

Studio Tumpi Readhouse
Studio Tumpi Readhouse
Ke depan Tumpi Readhouse tidak hanya memfasilitasi buku bacaan saja, melainkan juga dapat membuat kegiatan rutin semacam kelas atau pelatihan menulis, hingga memproduksi video vlog atau film pendek. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan ruang bagi anak zaman sekarang yang lebih tertarik dengan media audio visual seperti youtube. Sehingga nantinya mereka tidak hanya bisa menonton, melainkan juga berperan aktif dalam memproduksi konten-konten yang informatif dan mendidik.
 

Harapan Tumpi


Joko berharap dengan adanya Rumah Baca Tumpi yang semakin akrab dengan teknologi, masyarakat sekitar juga semakin akrab dengan literasi. Tidak hanya untuk membaca buku, tetapi juga menimba informasi dari media lain yang kini semakin bergerak ke era digital. Karena bagi Joko, literasi masa kini tak sekadar membaca buku melainkan menimba ilmu, wawasan, dan informasi dari berbagai sumber dan lini.

Tabik.

0 coment�rios:

Terima kasih sudah berkunjung & berkenan meninggalkan komentar :)