Beberapa waktu yang lalu, dunia
pemberitaan kita sedikit diramaikan dengan kedatangan pemain bola idola sejuta
umat kecuali saya David Beckham. Salah satu tujuan kedatangannya
di Indonesia adalah sebagai UNICEF Goodwill Ambassador. Dalam hal ini ia
melakukan kampanye melawan bullying
dan kekerasan dari teman sebaya di sekolah. Tapi ngomong-ngomong soal berita,
media nyatanya lebih tertarik menyorot Sripun, siswa SMPN 17 Semarang yang kala
itu beruntung mendampingi Beckham dibandingkan membahas kampanye yang Beckham
bawa. Pun dengan netizen yang lebih fokus dibuat dengki melihat instagram
stories Beckham yang secara suka rela di “hack”
seharian oleh Sri.
Oke, kita lupakan tentang Beckham
dan Sri. Kali ini saya ingin sedikit syurhat
sharing seputar perilaku dan dampak bullying,
setidaknya yang pernah saya alami sendiri. Tidak tahu kenapa, saya merasa kesadaran
masyarakat kita tentang bahaya dampak bullying
masih kurang. Padahal, bullying
merupakan kekerasan dan kejahatan serius. Bahkan tak jarang perilaku ini
membuat korban depresi dan melakukan tindak bunuh diri. Seserius itu kah? Coba
saja gugling ada berapa kasus bullying berakhir demikian.
Tau gak sih, jika bullying itu berdampak traumatis? Dan
tentu saja, bullying yang dilakukan
sejak dini ikut membentuk karakter korban hingga dewasa. Paling mungkin, dampak
bullying mengakibatkan korban memiliki rasa takut, rasa malu, rasa minder, rasa
bersalah, atau berbagai emosi negatif lainnya. Dan itu sangat mempengaruhi
pergaulan dan sosialiasi terhadap lingkungan sekitar.
Saya sering berkata kepada
teman-teman yang melakukan bullying
dengan menyebut “bullying itu jahat!!!” Lalu,
ditimpali jawaban enteng “gak segitunya
juga!”. Mereka lupa, setiap orang memiliki kesiapan mental yang
berbeda-beda. Mending kalau korban bullying
memiliki mental yang cukup kuat (meski
perilaku bullying tetap tidak bisa
dibenarkan), jika ia seorang yang rapuh? Pernahkah pelaku mencoba
memposisikan diri sebagai korban?
Ada beberapa tipe bullying seperti bullying verbal, fisik, sosial, dan cyberbullying. Saya adalah
korban bullying verbal dan sosial. Bullying verbal adalah segala bentuk bullying yang mengandalkan penggunaan
kata-kata atau bahasa untuk menyerang target. Contoh bullying verbal antara lain menghina, mengejek, mencemooh atau
menyindir seseorang. Penampilan fisik, orientasi seksual, gender dan ras adalah
contoh hal-hal yang paling sering dijadikan bahan ejekan atau serangan verbal. Bullying ini adalah jenis bullying yang paling umum terjadi.
Saya mengalami bullying verbal ini sudah sejak di
sekolah dasar. Sejujurnya, saya sangat bersyukur memiliki fisik yang tak ada
cacat. Hanya saja, ada seribu alasan orang melakukan bullying. Jika dibandingkan teman-teman sebaya saya kala itu,
secara fisik saya memang memiliki pertumbuhan yang sedikit terlambat. Hahaha
Iya, saya terlihat lebih pendek dari yang lainnya. Ditambah lagi ukuran badan
lebih gempal, semakin empuk jadi sasaran bullying.
Ada lagi karena gesture, suara, dan nama saya mirip perempuan, dan masih banyak
hal lain yang sebenarnya biasa saja. Tapi sekali lagi, banyak alasan pelaku
melakukan tindak bullying . Saya
mendapat perlakuan itu dari beberapa teman. Yes, memang hanya segelintir saja,
untungnya. Namun, percaya atau tidak, tindakan mereka membuat saya kurang
percaya diri kala itu. Sampai di sini, semoga kamu paham dampak bullying, bagaimana seorang anak yang
tumbuh dan bergaul tanpa rasa PERCAYA
DIRI.
Lalu, saya juga pernah mengalami bullying sosial. Bullying sosial adalah tipe bullying
yang dilakukan untuk menjatuhkan reputasi sosial seseorang. Tipe bullying ini biasanya dilakukan di
belakang korban. Contoh bullying
sosial antara lain menyebarkan gosip, mengucilkan seseorang, sengaja
meninggalkan seseorang, dan memasang ekspresi atau gestur yang melecehkan.
Tindak bullying ini saya dapatkan saat kelas 2 SMP. Karena ada 1-2 orang
teman yang tak suka dengan saya, lalu menghasut teman lain yang entah bagaimana
ceritanya, sampai saya dikucilkan oleh hampir semua teman laki-laki satu kelas. Sedih?
Iyalah. Apalagi saya tak pernah tau apa salah saya sampai mendapat perlakuan
itu. Sejak saat itu, saya menjadi seorang yang pemikir dan gelisah saat
dimusuhi tanpa sebab. Entah bagus atau tidak, saya jadi suka mempersalahkan
diri sendiri. Misalnya, ada teman yang tiba-tiba mendiamkan saya tanpa sebab, saya
akan memikirkan apa salah saya terus-terusan. Semacam introspeksi yang
berlebihan, karena saya memposisikan diri saya sendiri sebagai pihak yang
salah. Dan itu akan terus saya pikirkan sampai kebawa mimpi. Seriously, itu sangat menyiksa. Lebay? Mungkin. Tapi itulah yang
terjadi. Sebagian orang mungkin akan berkomentar, “kamu tu baperan!” Saya rasa perkaranya tidak sesimple itu sih,
tapi ini salah satu dampak traumatis yang tadi saya bilang di awal.
Beruntung, saya tak pernah
mendapat bullying fisik. Mungkin
hampir pernah, tapi saya masih punya keberanian melawan. Saat SD sampai SMP
saya diuntungkan dengan memiliki kakak yang dikenal bandel, yang kebetulan
memang satu sekolah. Sumpah, ini satu-satunya keuntungan memiliki saudara yang
terkenal nakal & suka berantem. Ehehe Beberapa kali saya hampir dapat
perlakuan bullying fisik, tapi urung
karena mereka takut diaduin ke kakak saya. Ini maksud saya masih memiliki
keberanian tadi. Berani ngadu! :p
Karena waktu SMP pernah mendapat
perlakuan kurang menyenangkan, maka saat SMA saya berani mengubah sikap &
pergaulan. Kebetulan saya berteman baik dengan anak bandel yang cukup ditakuti
di kelas 10 kala itu. Berhasil sih, saya jadi bebas dari palak dan perlakuan
kurang menyenangkan dari anak nakal kelas lain. Tapi semua hal selalu ada
konsekuensinya. Kalau kata orang tua dulu, “berkumpul
sama tukang sate, maka akan bau sate. Berkumpul sama tukang baso, maka akan bau
baso”. Berteman dengan anak bandel, ya otomatis ikutan bandel. Hasilnya? sekali
dalam seumur hidup nilai raport saya ada warna merah kala itu. Ehehe
Yang terakhir nih, Cyberbullying. Adalah segala bentuk bullying yang dilakukan dengan bantuan
media elektronik seperti ponsel atau komputer, lewat SMS, email, jejaring
sosial dan layanan sosial elektronik lainnya. Contoh cyberbullying antara lain mengirimkan pesan yang abusif, mengepos
komentar yang ofensif, mengepos foto atau video yang memalukan, atau memalsukan
profil seseorang.
Semakin ke sini, cyberbullying semakin marak. Itu tak
lepas dari perkembangan tekhnologi yang semakin mempermudah orang untuk
komunikasi. Pun dengan tindakan bullying
di dalamnya. Contohnya seperti apa? Netizen lebih paham sepertinya. Hahaha
Saya mungkin korban bullying yang tak seberapa. Tapi cobalah
lihat, di luar sana banyak yang kehilangan masa depan hanya gara-gara
tindakan kriminal yang dianggap biasa itu. Inti dari tulisan ini, saya hanya
ingin menyampaikan pesan, jangan rusak mental seseorang dengan tindakan bullying, apapun itu bentuknya. Kamu
tidak akan pernah tahu dampak apa yang terjadi dengan korban, baik secara
langsung atau tak langsung. Jika tujuanmu bercanda, masih banyak cara untuk
tertawa bersama, dengan bahagia. Salam.
Q : Isinya soal bullying kenapa
fotonya senja?
A: Ya gak papa, namanya juga
sayang.
BHAY!
4 coment�rios:
Terima kasih sudah berkunjung & berkenan meninggalkan komentar :)