Stan Shibori Hatie |
Langit tampak gelap saat saya melaju di atas motor menuju Alun-alun
Sewandanan Pakualaman siang itu. Padahal waktu masih menunjukkan pukul 1 siang.
Intensitas hujan di kota pelajar belakangan ini memang masih cukup tinggi. Setiap
menjelang sore, hampir bisa dipastikan di beberapa titik selalu turun hujan.
“Jangan hujan dulu, plis!” batin saya, berharap air hujan tak segera
tumpah.
Suara musik karaoke yang sebelumnya terdengar samar-samar menjadi semakin
kencang saat motor yang saya kendarai memasuki area alun-alun. Tampak sebuah
panggung berdiri di sebelah kiri jalan dengan kerumunan penonton yang tengah duduk
asik menikmati. Di sekelilingnya terdapat stan-stan yang memamerkan berbagai
macam produk lokal. Ini merupakan agenda rutin yang sering digelar oleh Dinas Koperasi dan UKM DIY dan PLUT Jogja.
UKM Great Sale |
Saya selalu antusias dengan pameran UKM semacam ini. Karena ada saja hal
menarik yang bisa saya dapatkan secara langsung dari para pelaku UKM yang berpartisipasi.
Mulai dari produk yang unik, cara pengolahannya, hingga cerita inspiratif di
balik produk UKM yang mereka kembangkan. Tak jarang cerita-cerita mereka semakin
menumbuhkan kecintaan saya terhadap produk lokal.
Mengenali, adalah langkah awal untuk mencintai. Kira-kira demikian uangkapan
yang saya pakai setiap kali mencintai sesuatu. Kita tak akan pernah bisa
mencintai sesuatu jika kita sendiri tak pernah mengenalinya bukan?
Stan UKM Great Sale |
Langit mendung yang sedari tadi menggelayut, perlahan menghilang. Saya berjalan santai mengelilingi puluhan stan yang tertata rapi di
pelataran. Sesekali berhenti membaca dan mengamati produk apa saja yang sedang
mereka pamerkan. Ada kerajinan dari kayu, jajanan pasar, oalahan minuman
tradisional , hingga yang cukup mencolok dari pandangan mata adalah deretan
kain berwarna warni.
Kain Klasik Shibori Hatie
Dari sekian banyak stan, seingat saya ada dua stan yang memajang deretan
kain warna-warni. Saya tertarik pada salah satunya. Warnanya memang tak begitu mencolok,
tapi motifnya terlihat unik dan klasik. Stan tersebut bernama Shibori Hatie.
Stan Shibori Hatie |
Shobori sendiri adalah Teknik pewarnaan kain dari Jepang dengan cara dilipat
dan dicelup hingga menghasilkan suatu pola yang berbeda. Saya bertemu dengan
Ratmiyatik, pengrajin sekaligus pemilik stan Shinobi Hatie. Ia mengku sudah
aktif mengembangkan kerajinan ini sejak 2018 lalu.
Ada beberapa Teknik yang ia pakai untuk seni pewarnaan kain ini. Ada shibori,
jumputan, dan ecoprint. Saya yang kadung penasaran, melemparkan banyak
pertanyaan seputar proses pembuatannya. Beruntung, Ratmi dengan ramah dan
senang hati meladeni setiap kaingintahuan saya.
Stan Shibori Hatie Warna Alami |
Dalam proses pewarnaan kain, Ratmi menggunakan 2 jenis pewarna. Yakni pewarna
sintetis dan pewarna alami. Dari Ratmi, saya baru tahu jika jenis pewarna yang
dipakai sangat mempengaruhi waktu pembuatannya. Untuk pewarna sintesis, Ratmi
hanya butuh waktu satu hari saja sampai kain tersebut jadi. Sementara pewarna
alami, setidaknya Ratmi membutuhkan waktu selama 8 hari. Ini karena untuk
memantabkan warna, proses pewarnaan alami harus dilakukan secara berulang-ulang.
Saat ini, pemasaran Ratmi baru ada di Yogyakarta dan sekitarnya. Itu
saja, jika pesanan dalam jumlah banyak terkadang ia sedikit kualahan. Rata-rata
pelangannya adalah ibu-ibu PKK atau pengajian yang ingin membuat seragam. Kain
shibori ukuran 2 meter dengan pewarna sintetis Ratmi bandrol dengan harga
Rp110.000,- sementara untuk pewarna alami seharga Rp145.000,-
Nostalgia Bersama Kerajinan Sekar Alam
Saya kembali berkeliling. Kali ini ke salah satu stan kerajinan yang
hampir semua berbahan dasar bambu dan akar wangi. Klinting cantik berbahan bambu
tampak menggantung di depan stan. Sementara pajangan berbahan dasar akar wangi
yang berbentuk gajah tersusun rapi di atas meja. Tak lupa, beberapa mainan
seruling dan peluit bambu disampingnya seakan mengajak pengunjung kembali
bernostalgia.
Kerajinan Sekar Alam |
Dahulu, saat usia saya masih kanak-kanak, mainan berbentuk seruling
kecil itu sudah menjadi mainan yang sangat menyenangkan. Apalagi jika kita pandai
memainkannya, beberapa suara burung bisa ditiru menggunakan mainan itu.
Saya bertemu dengan Parinem, pemilik kerajinan yang berasal dari Semin,
Gunungkidul. Ia mengaku, usahanya ini sudah ia mulai sejak tahun 1990 dan masih
bertahan hingga kini. Dengan ramah beliau menyambut saya dan menceritakan
perjalananya menggeluti kerajinan ini.
Bersama suami dan seorang karyawan, Parinem sehari-hari mengerjakan kerajinan
bambu yang dipesan oleh pelanggan dari berbagai daerah di Indonesia. Bahkan menurutnya,
pelanggan paling banyak yang sering memesan kepadanya bukan berasal dari Pulau
Jawa, melainkan dari Kota Medan.
Menurut Parinem, tak banyak kendala untuk membuat kerajinan ini. Bahan baku
bambu cukup mudah didapatkan di Jogja sekitarnya, sementara akar wangi ia
datangkan dari Kota Garut. Untuk memudahkan pekerjannya, ia juga dibantu
beberap mesin pemotong.
Kerajinan Sekar Alam |
Kerajinan sekar alam ini sangat cocok jika dijadikan souvenir oleh-oleh
atau souvenir pernikahan. Selain unik, harganya juga sangat terjangkau.
Bayangkan saja, untuk sedotan bambu Parinem biasa menjualnya hanya dengan
Rp15.000,- per kodi. Itu pun masih bisa lebih murah lagi jika memesan dalam
jumlah lebih besar. Sementara boneka akar wangi ia jual mulai dari Rp5.000,-
hingga Rp50.000,- tergantung dengan ukuran.
Cemilan Sehat dan Hemat ala Tapita
Tidak afdol rasanya jika berkunjung ke satu pameran UKM tidak jajan
cemilan. Perhatian saya sejak awal datang tadi sudah teralihkan dengan spanduk
bertuliskan “es krim jamur”.
Dwi Puspitasari, orang di balik stan sekaligus UKM olahan jamur ini.
Saya menyapanya saat ia duduk menunggu pelanggan.
“Es krim jamur itu seperti apa ya bu?” tanya saya penasaran.
Dwi kemudian membuka icebox di sampingnya dan menunjukkan setumpuk es
krim dalam cup ukuran mini. Seperti es krim pada umumnya, es krim buatannya pun
beraneka ragam rasanya. Ada vanilla, original, oreo, dll. Saya memilih rasa vanilla
dan oreo.
Es Krim Jamur |
Cobain Es Krim Jamur |
Es krim jamur ini memiliki rasa dominan manis susu. Sementara rasa jamur
tak begitu kentara. Teksturnya menurut saya lebih mirip dengan puding yang
lembut dibandingkan dengan es krim. Meski demikian, es krim jamur ini tetap patut
diacungi jempol. Inovasi olahan jamur yang cukup kreatif.
Tidak hanya es krim saja. Dwi juga mengolah jamur menjadi berbagai
camilan renyah dan gurih lainnya. Ada keripik jamur dan basreng alias baso
goreng jamur, serta ada juga olahan es nata lidah buaya, dan teh bunga telang.
Basreng Jamur |
Tak ada usaha yang menghianati hasil. Sebuah ungkapan yang sangat cocok
dilayangkan untuk Dwi. Pasalnya, Dwi sempat gagal hingga 5 kali untuk
mendapatkan resep-resep yang sempurna untuk produk camilannya. Awalnya dia
sempat menemukan beberapa kendala seperti kurang asin, kurang renyah, dan semacamnya.
Namun akhirnya ia bisa menghasilkan resep camilan berbahan dasar jamur yang
siap bersaing di pasaran.
Saya membeli beberapa varian rasa basreng untuk stok camilan di rumah. Satu cup es krim jamur, dihargai Rp5.000,- sementara basreng jamur
kemasan 100gr dibandrol Rp8.000- serta jamur krispi kemasan 100gr seharga Rp15.000,-
Basreng Jamur Tapita |
Senang rasanya bisa mengunjungi UKM great sale dan berinteraksi secara
langsung dengan pelaku UKM. Banyak hal yang bisa saya pelajari dari mereka. Tentang
usaha, ide, inovasi, kegigihan, dan kelestarian. Pada kenyataannya, industri
skala kecil semacam UKM pun bisa membuktikan perihal kualitas. Dari ide cerdas,
keterampilan dan keuletan, mereka bisa memastikan produk yang mereka buat memiliki
daya saing yang tak kalah.
Sebagai warga negara yang bijak, tak ada salahnya jika kita mulai mengenal,
mencintai, dan menggunakan produk-produk lokal ini.
Yuk cintai produk lokal, demi Indonesia yang lebih baik dan mandiri.
Tabik.
0 coment�rios:
Terima kasih sudah berkunjung & berkenan meninggalkan komentar :)